Trauma terbesar saya adalah kedua orang tua saya bertengkar setiap hari sejak saya kelas 5 SD..
kebetulan saya anak paling terakhir dalam keluarga..
Puncaknya, ketika SMP kelas 3, kedua orang tua saya bertengkar hebat sedangkan esok harinya saya harus menempuh Ujian Nasional,
alhasil malam itu saya belajar di kamar mandi, diatas closet. hal tersebut saya rasa adalah pilihan yg tepat mengingat kamar saya berada tepat di depan ruang tamu tempat mereka bertengkar semalaman, sementara kamar mandi agak jauh dari area ruang tamu sehingga hanya kamar mandi lah tempat yg aman untuk saya belajar. masih jelas ingat memori tersebut hingga kini saya berusia 28tahun.
kedua orang tua saya berpisah pada hari pertama saya masuk SMA, sampai perkuliahan pertama saya dulu tahun 2011-2017 saya masih menjalani berbagai macam drama keluarga akibat perseteruan kedua orang tua saya.
Bersyukur, saya memiliki kakak yang sangat-sangat mengarahkan saya, kalau kami harus membuktikan bahwa tidak selalu anak "broken home" itu "rusak", kita harus buktikan ke mereka (re: orang tua kami sendiri).
tahun 2008 s.d. tahun 2017 merupakan tahun terberat, sekaligus menjadi turning point untuk saya.
Keluarga penuh intrik, tak hanya keluarga inti, namun juga keluarga besar,
sahabat-sahabat yg ternyata toxic, memanfaatkan saya hanya untuk tugas2 kuliah dan lain-lain,
saya tidak bisa menentukan jati diri kala itu, namun lagi-lagi beruntung saya memilki kakak-kakak yg bisa dijadikan sebagai panutan,
masa SMA, saya berturut-turut menjadi wakil ketua osis, ketua pensi pertama yg berhasil memboyong band besar manggung di SMA saya, memiliki nilai baik dalam beberapa mata pelajaran, khususnya bahasa inggris. akrab dengan guru-guru yang sangat memotivasi saya.
sampai suatu saat ayah saya dipanggil ke sekolah, wali kelas bilang "Riri ini bagus, Pak. tapi saya lihat kenapa sering melamun ya, Pak?"
setelah itu pulang-pulang ayah saya nangis-nangis memeluk saya dan meminta maaf.
tidak, saya tidak pernah sakit hati dengan orangtua saya. saya juga tidak pernah menyalahkan mereka.
malah saya bersyukur, kalau tidak ada masalah itu semua, saya mungkin tidak bisa mengenal diri saya sendiri.
mungkin saya tidak bisa fokus dengan diri sendiri kalau saya berada dalam keluarnya yg "nyaman" baik dari segi harmonis maupun finansial.
saya kuliah sambil mencari uang kala itu, menjadi guru les bahasa inggris private anak SD yang hanya dibayar 600ribu perbulan, tapi saya bahagia tiap saya pulang saya bisa bawa nasi uduk untuk saya makan dengan ayah saya..
tahun 2017 saya bisa menyelesaikan kuliah S1 saya saat itu, bermodalkan dengan uang pas-pasan dibantu oleh Kakak saya sebagai tulang punggung, tidak memiliki keluarga yg utuh dan juga keterbatasan lainnya yg tidak cukup saya jabarkan disini..
ah, masa masa itu....😢
empat tahun kemudian, tahun 2021, saya menikah, alhamdulillah memiliki pasangan yg banyak menyadarkan kemampuan-kemampuan saya, dan baginya itu hal yg valid, selalu memuji bangga terhadap saya.
seiring dengan ayah ibu saya akhirnya bisa akur tanpa rujuk kembali, mereka melihat anak-anaknya yang penuh luka ini, bisa tumbuh dan berkembang sesuai kemampuannya masing-masing..
di tempat kerja saya skrg alhamdulillah saya diberi amanah salah satu peranan penting, namun pastinya juga dengan tekanan yg juga lebih besar.
namun saya selalu ingat, dulu masa-masa paling kelam sudah saya lewati,
sejatinya hidup ini harus terus naik kelas terus kan, Pak?
jadi yah, life must go on...
saya cuma berpikir, saya harus terus belajar, hanya dengan cara itu saya merasa menjadi manusia seutuhnya..
bukan karna memiliki A sampai Z..
karena dengan belajar, saya semakin bertanya siapa saya ini? inikah yg saya mau? semakin saya kenal, dan mungkin juga kadang malah semakin ragu dengan diri sendiri hehe
namun yg tak kalah penting, utamanya jd bahan bersyukur saya, karena itu semua yg membuat tulang saya sekuat ini sekarang..
ah, terima kasih Tuhan..
terima kasih juga, untuk diri ini yang meskipun rasanya selalu ingin menyerah, tapi kamu tidak pernah benar-benar menyerah...😌
No comments:
Post a Comment