Tuesday, November 22, 2022

Pengalaman membuat tulisan dari NFT dan kepribadian, serta perbedaan dengan melihat karya langsung pada galeri secara nyata

Selamat malam untuk Pak Angga, juga bagi semua yang (mungkin saja) membaca....

lagi-lagi saya senang sekali diberi wadah untuk "curhat" ngalor ngidul..

Terima kasih banyak , Pak Angga..

saya jadi banyak melihat karya-karya yang........ apa ya....

sulit sebenarnya digambarkan, namun senang sekali sepertinya kita, sebagai makhluk hidup, seringkali merasa masalah yg menimpa kita itu hanya kita sendiri yg merasakan..

dan ternyata, kita tidak sendirian, semua yg kita rasa ini valid, banyak juga orang di muka bumi ini, di belahan bumi manapun, yang memiliki permasalahan yg sama, meskipun dengan timeline hidup yg berbeda..

namun semakin terbuka pikiran ini bahwa ternyata "sepertinya" banyak karya yg saya rasa relate jika dihubungkan dengan masa lalu ataupun perasaan traumatis yg kita semua miliki, tentunya dengan scoop yg berbeda-beda, juga tentunya dengan perbedaan "how we coped all of those sick things"..

Membuat kita sadar bahwa kita ini, manusia, makhluk yang penuh rasa, yang bisanya merasa-rasa,

apa-apa dirasa, dipikirkan..

beruntung bagi yg memiliki keberanian untuk menuangkannya dalam bentuk karya..

eh, salah satunya beruntung menjadi anak DKV kalau begitu ya? hehe..

ingat kata-kata dari Pak Ndaru "ini tugas-tugas ya jangan kalian bikin jadi stress.. jadiin sebagai stress reliever, malah.."

sejak saat itu ya saya merasa, begitu berkahnya dunia ini, ya, Pak?

ditengah peliknya hidup, masih banyak privilage yang kita punya.

berarti tugas sama saja dengan privilage, dong!

ah coba dari dulu melihatnya seperti itu hehe..

namun, meskipun melihat karya-karya NFT hanya secara virtual, memang agak beda rasanya ketika melihat karya langsung pada galeri secara nyata..

bagi saya loh, ya...

namun asyiknya, kalau melihat NFT bisa kapan saja tanpa terbatas waktu dan ruang, seperti kemarin, malam-malam, sambil mendengarkan musik keras-keras di kamar, tak terbatas berapa karya dan kategori yg ingin kita lihat..

tetapi bagaimanapun saya rindu juga, berjalan menyusuri lorong-lorong yg dipenuhi instalasi karya seni, bisa menyentuhnya meskipun sebenarnya jarang diperbolehkan, menikmati atmosfirnya sampai kedalam relung badan ini, semakin dipikirkan dan memejamkan mata, semakin sadar karya tersebut ada di depan mata dan memberikan sensasi "panas" yang berbeda-beda..


Friday, November 18, 2022

Menggali Pengalaman Seni Dalam Diri

Selamat malam, Pak Angga dan bagi semua yg (mungkin saja) membaca blog receh ini..

Sebelumnya saya sangat berterima kasih kepada Pak Angga karena melalui penugasan kali ini saya jadi mengenal karya NFT yang ternyata sangat menarik dan juga kompleks, tentunya tergantung persepsi masing-masing..

Baiklah, saya mulai ocehan ngalur ngidul saya ya, Pak..

semoga belum juga bosan menyimaknya..



"hochmütige selfreproach" oleh Marta Gazzola
sumber : https://objkt.com/asset/hicetnunc/795502

Dalam karyanya tersebut, Gazzola menerangkan "dedicated to my children, who deserve a mother that does not so often forget how it feels like to grow up, feeling lost in life's mysteries."
ahh..... what a feeling that a mother should have feel to her daughter...
to me, a mother should know that we, as a child, no matter what, no matter how old we are, we'll always feeling lost in life's mysteries.
bagaimana tidak? dulu, mungkin sampai umur saya 19-an akhir, bagi saya masih misteri kenapa Papa dan Mama mesti konflik di umur saya sejak SD?
bagi saya masih misteri apa yg sebetul-betulnya mereka ributkan?
bagi saya masih misteri apa yg harus saya lakukan ditengah-tengah keadaan seperti itu sementara melihat keluarga teman-teman yang kehidupannya terlihat "normal".
Apakah Ayah Ibu saya lupa bagaimana rasanya "Grow up"??
karena kami, anak-anak, seperti dipaksa untuk "Grow up", and we do hate it back then..
tapi itu dulu.....
sekarang sudah tidak misteri bagi saya, seperti yg sudah saya ceritakan di blog sebelumnya, kalau itu semua tidak terjadi, mungkin sekarang ceritanya tidak akan seperti ini :)



"Broken Dreams" oleh Gian D'Alessio
Sumber : https://objkt.com/asset/hicetnunc/794439

Semenjak polemik keluarga pada masa itu, all of sudden all of my dreams felt shattered...
Bagaimana tidak? pada umur tersebut, kondisi mental belum stabil, pemikiran masih terbilang jauh dari matang, dari segala aspek tidak stable lah, pokoknya..
i became a really quiet little girl, clueless, easily irritated, over sensitive, having lotsa friends yet have no clue how to start conversation first..
Mulut ini terasa seperti ter-isolasi karena merasa kalau bicara, orang lain bisa membaca suasana hati saya atau bahkan bisa mengetahui masalah keluarga saya?
ended up, saya gak gampang nyaman sama orang lain, terlebih yg baru saya temui, cenderung menarik diri.
sampai ada satu sahabat menegur "gak baik begini terus, Ri.... Mama jauh disana juga pasti bisa ngerasain lah kalo anaknya kenapa-napa"..
yah, tapi saya bisa apa?
saya hanya anak kecil yg punya angan-angan kalau hidup ini harusnya selalu baik-baik saja...... naif sekali memang, saya juga kesal sendiri kalau mengingatnya.. hehe..





"Build Back Up" oleh CryptoJ
Sumber : https://objkt.com/asset/KT1QHGJeh4etzti3CGkCxYDdqWHkaiP7nhDx/0

Fase terakhir yg bisa saya jalani yaitu seperti yg telah digambarkan oleh CryptoJ...
"Build Back Up - Among the shards of broken dreams lie the new building blocks."
"Bangkit, woi!! diantara mimpi yg rusak, masih ada mimpi-mimpi baru yang masih bisa kita bangun" kata-kata macam tu lah yg suka saya dengar dalam diri sendiri..
hingga akhirnya saya bosan terus-terusan jd anak yg meratapi nasib - nangis - murung - gitu aja terus repeat.....

Mengutip juga lirik lagu dari salah satu band kelahiran Tennessee, Paramore..

"It's just a spark but it's enough to keep me going..
And when it's dark out and no one's around it keeps glowing"

gak apa-apa deh, meski yg saya lihat cuma cahaya kecil, yg penting selalu cukup untuk saya berpegang, tidak peduli lorong gelap manapun yg akan saya telusuri selama hidup ini..
waktunya bangkit, toh pada akhirnya "what doesn't kill you makes you stronger" don't you??

Monday, November 14, 2022

Trauma apa yang mengendap dalam dirimu? Apa yang membuatmu akhirnya sadar bahwa dirimu hidup dan patut diperjuangkan?

Trauma terbesar saya adalah kedua orang tua saya bertengkar setiap hari sejak saya kelas 5 SD..

kebetulan saya anak paling terakhir dalam keluarga..

Puncaknya, ketika SMP kelas 3, kedua orang tua saya bertengkar hebat sedangkan esok harinya saya harus menempuh Ujian Nasional,

alhasil malam itu saya belajar di kamar mandi, diatas closet. hal tersebut saya rasa adalah pilihan yg tepat mengingat kamar saya berada tepat di depan ruang tamu tempat mereka bertengkar semalaman, sementara kamar mandi agak jauh dari area ruang tamu sehingga hanya kamar mandi lah tempat yg aman untuk saya belajar. masih jelas ingat memori tersebut hingga kini saya berusia 28tahun.

kedua orang tua saya berpisah pada hari pertama saya masuk SMA, sampai perkuliahan pertama saya dulu tahun 2011-2017 saya masih menjalani berbagai macam drama keluarga akibat perseteruan kedua orang tua saya.

Bersyukur, saya memiliki kakak yang sangat-sangat mengarahkan saya, kalau kami harus membuktikan bahwa tidak selalu anak "broken home" itu "rusak", kita harus buktikan ke mereka (re: orang tua kami sendiri).

tahun 2008 s.d. tahun 2017 merupakan tahun terberat, sekaligus menjadi turning point untuk saya.

Keluarga penuh intrik, tak hanya keluarga inti, namun juga keluarga besar,

sahabat-sahabat yg ternyata toxic, memanfaatkan saya hanya untuk tugas2 kuliah dan lain-lain,

saya tidak bisa menentukan jati diri kala itu, namun lagi-lagi beruntung saya memilki kakak-kakak yg bisa dijadikan sebagai panutan,

masa SMA, saya berturut-turut menjadi wakil ketua osis, ketua pensi pertama yg berhasil memboyong band besar manggung di SMA saya, memiliki nilai baik dalam beberapa mata pelajaran, khususnya bahasa inggris. akrab dengan guru-guru yang sangat memotivasi saya.

sampai suatu saat ayah saya dipanggil ke sekolah, wali kelas bilang "Riri ini bagus, Pak. tapi saya lihat kenapa sering melamun ya, Pak?"

setelah itu pulang-pulang ayah saya nangis-nangis memeluk saya dan meminta maaf.

tidak, saya tidak pernah sakit hati dengan orangtua saya. saya juga tidak pernah menyalahkan mereka.

malah saya bersyukur, kalau tidak ada masalah itu semua, saya mungkin tidak bisa mengenal diri saya sendiri.

mungkin saya tidak bisa fokus dengan diri sendiri kalau saya berada dalam keluarnya yg "nyaman" baik dari segi harmonis maupun finansial.

saya kuliah sambil mencari uang kala itu, menjadi guru les bahasa inggris private anak SD yang hanya dibayar 600ribu perbulan, tapi saya bahagia tiap saya pulang saya bisa bawa nasi uduk untuk saya makan dengan ayah saya..

tahun 2017 saya bisa menyelesaikan kuliah S1 saya saat itu, bermodalkan dengan uang pas-pasan dibantu oleh Kakak saya sebagai tulang punggung, tidak memiliki keluarga yg utuh dan juga keterbatasan lainnya yg tidak cukup saya jabarkan disini..

ah, masa masa itu....😢

empat tahun kemudian, tahun 2021, saya menikah, alhamdulillah memiliki pasangan yg banyak menyadarkan kemampuan-kemampuan saya, dan baginya itu hal yg valid, selalu memuji bangga terhadap saya.

seiring dengan ayah ibu saya akhirnya bisa akur tanpa rujuk kembali, mereka melihat anak-anaknya yang penuh luka ini, bisa tumbuh dan berkembang sesuai kemampuannya masing-masing..

di tempat kerja saya skrg alhamdulillah saya diberi amanah salah satu peranan penting, namun pastinya juga dengan tekanan yg juga lebih besar.

namun saya selalu ingat, dulu masa-masa paling kelam sudah saya lewati,

sejatinya hidup ini harus terus naik kelas terus kan, Pak?

jadi yah, life must go on...

saya cuma berpikir, saya harus terus belajar, hanya dengan cara itu saya merasa menjadi manusia seutuhnya..

bukan karna memiliki A sampai Z..

karena dengan belajar, saya semakin bertanya siapa saya ini? inikah yg saya mau? semakin saya kenal, dan mungkin juga kadang malah semakin ragu dengan diri sendiri hehe

namun yg tak kalah penting, utamanya jd bahan bersyukur saya, karena itu semua yg membuat tulang saya sekuat ini sekarang..

ah, terima kasih Tuhan..

terima kasih juga, untuk diri ini yang meskipun rasanya selalu ingin menyerah, tapi kamu tidak pernah benar-benar menyerah...😌

Pengalaman membuat tulisan dari NFT dan kepribadian, serta perbedaan dengan melihat karya langsung pada galeri secara nyata

Selamat malam untuk Pak Angga, juga bagi semua yang (mungkin saja) membaca.... lagi-lagi saya senang sekali diberi wadah untuk "curhat&...